Dunia Online Tak Kenal Tanggalan

Sebuah kekhawatiran tiba-tiba muncul dari suatu hal yang mungkin tak banyak digubris oleh rekan-rekan kerja saya sebelumnya. Tepatnya, tentang ancaman penjatuhan (kembali) nama baik via media online.

Hari ini ada tonggak sejarah baru tertancap di lingkungan kerjaku. Pencerahan dari Sang Maha Kuasa muncul begitu saja tanpa kami memintanya. Sebuah kekhawatiran tiba-tiba muncul dari suatu hal yang mungkin tak banyak digubris oleh rekan-rekan kerja saya sebelumnya. Tepatnya, tentang ancaman penjatuhan (kembali) nama baik via media online.

Media online yang dulu dianggap dewa penolong dalam penyaluran segala macam informasi, kini berbalik menjadi hal yang ditakuti. Ada suatu pola pemanfaatan media sebagai ajang penjatuhan nama baik. Tak tahu siapa yang paling diuntungkan, yang jelas, ada suatu keuntungan yang didapat sesaat setelah menulis berita secara online.

Berawal dari kejadian kriminal yang kebetulan menyangkut nama institusi kami, akhirnya muncullah beberapa berita yang hingga kini kami nilai mencoreng nama baik. Berita yang semestinya sudah kadaluwarsa, muncul kembali begitu saja. Dan dapat kami pastikan akan meracuni siapa saja.

Kalau begini aturannya, menulis berita tak perlu pakai tanggalan lagi. Berita lama yang menyakitkan tetap bisa meracuni siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.

Salaman Salim Slamet

Judulnya mirip gaya bicara Pak Guru Bahasa Arab. Beliau sedang menerangkan akar dari sebuah kata, Salaman. Tapi maksud saya bukan itu. Saya mau cerita tentang peristiwa salaman.

Salaman adalah istilah untuk dua orang dewasa yang sedang berjabat tangan . Kalau untuk orang yang belum dewasa, biasanya diminta salim. Tadi pagi saya salim dengan Pak Slamet.

Apa saya belum dewasa? Menurut saya sih sudah. Cuma saya masih suka terlambat.

Baiklah, pembaca. Kebetulan saja Pimpinan saya namanya Pak Slamet. Setiap pagi, beliau sudah datang duluan. Begitu juga pagi ini. Akhirnya kami salaman.

Tapi salaman yang tadi rasanya berbeda. Seolah ada pesan yang ingin beliau sampaikan kepada saya.

Perlu diketahui bahwa: saya hobi terlambat. Berulang kali diingatkan oleh rekan-rekan. Bahkan seminggu yang lalu saya ditegur Pak Slamet via SMS. Intinya, beliau meminta saya untuk lebih dewasa lagi. Meminta saya untuk berpikir lebih cerdas bahwa terlambat adalah awal dari rusaknya agenda keseharian saya. Juga akan mengancam keselamatan saya jangka panjang.

Akhirnya saya simpulkan. Peristiwa salaman tadi pagi (yang agak lama durasinya itu) berisi pesan: Mas, kalau peringatan saya lewat SMS tidak mempan, sampeyan saya tegur lewat kontak batin. Semoga mujarab.