Lurah Idaman

Kepandaian itu wajib diusahakan dan dimiliki. Tapi setelah nanti kesampaian, kepandaian harus bisa membawa diri menuju kearifan.

Begitu kata Pak Ngabdul. Siapa sangka orang semacam itu adalah lurah. Bagaimana kisahnya? Simak liputan berikut ini:

Continue reading “Lurah Idaman”

Rayuan Si Tukang Pangkas Rambut

Saya habis potong rambut. Bukan di tempat biasanya. Ini terjadi karena saya keceplosan memuji model rambut seorang teman. Akhirnya, secara suka rela ia mengajak saya ke tukang pangkas rambut yang biasa ia datangi. Jujur saja, akhir ceritanya nanti, saya berhasil potong rambut dengan embel-embel gratis.

Tapi di balik gratisan itu, banyak hal menarik yang bisa saya ceritakan. Mulai dari tempat potong rambut yang tidak permanen, sampai rayuan maut si tukang pangkas rambut.

Langsung setelah pujian saya tadi terlontar, ia mengajak menuju tempat itu. Tepat di sebelah barat terminal bus. Hanya kios sederhana. Beratapkan seng, berdinding kain warnanya hijau muda. Tulisan di kain hijau itu warnanya merah. Resmi kelihatan tempat cukur ndeso. Papan nama 50 x 50 cm terpasang agak miring. Menambah kegelisahan.

Untung saja tidak pakai antri. Tapi ini makin membuat saya gelisah. Jangan-jangan saya diantar ke tempat potong rambut yang salah.

Singkat cerita, ternyata si tukang pangkas rambut ini asli Jakarta. Pernah kursus sama hairstylist ternama di Indonesia. Sayang, ijazahnya ikut terbakar saat tragedi 1998. Saya yakin dengan pengakuannya.

Beberapa kata mutiara darinya adalah:

  1. Mas, motong rambut itu tidak seperti motong kertas. Rambut itu bisa tumbuh, Mas. Saya bisa memprediksikan bentuk rambut sampeyan 3 hari ke depan. Ini yang membedakan saya dengan tukang potong rambut yang lain.
  2. Mas, saya ingat betul pesan guru saya. Lebih baik pelan-pelan tapi pelanggan puas, daripada kejar setoran tapi esok hari gak ada yang datang lagi.
  3. Mas, rambutmu empuk. Ini pakai minyak yang 4 ribuan, ya? Saya jualan minyak yang 12 ribuan. Kalau Mas mau, besok saya bawakan.
  4. Mas, kalau pakai minyak rambut saya yang 12 ribuan, nanti pas tua gak tumbuh uban.
  5. Mas, lekukan di dahi seperti ini jarang yang punya, lho.
  6. Mas, sayang sekali. Potongan rambut sampeyan yang sebelumnya ini tidak teratur. Untuk kesempatan ini, saya betulkan dulu saja, ya. Kalau nanti ke sini lagi, Mas baru bisa minta model.
  7. Tapi harus rutin. Kalau setelah dari sini sampeyan ke tempat potong rambut yang lain, ya saya harus mengulangi lagi perbaikannya. Baru nanti sampeyan bisa minta dipangkas model apa pun.
  8. Meski saya yakin akan ke-profesionalan saya, tapi saya tetap tahu diri, Mas. Itu, lihat saja papan namanya. Saya cuma nulis Tukang Potong Rambut Theo (namanya). Sebenarnya, kalau nanti tempatnya sudah permanen, saya mau pasang papan nama Bengkel Ganteng.

Saya sadar kalau sedang dirayu. Tapi hasil pangkas yang memuaskan, menghapus segala kecurigaan. Terlebih lagi, untuk hasil yang sebagus ini, saya tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Saya ikhlas mendengarkan rayuan Si Tukang Pangkas Rambut. Menurut saya, ia salah satu dari sekian banyak tokoh yang sebenarnya masih bisa dibanggakan di negeri ini. Hehehe…

Pangkas rambut dan potong rambut itu menurut saya sama saja.

 

Menuju Kemajuan

Saya tahu, saodara-saodara tak suka sama mereka yang banyak berteori. Mereka akan tetap gembredek ketika ada percobaan yang masih bisa dijelaskan dengan teori lama.

Maka dari itu, segeralah kerja keras. Mari kita lakukan percobaan-percobaan baru yang tidak bisa dijelaskan oleh mereka. Saat inilah kemajuan dikatakan terjadi.

Sayangnya, ini teori lama. Hihihi…

Memilih Jurusan Kuliah

Bagi yang sedang bingung menentukan pilihan, segera saja ambil keputusan. Hehehe…

Menurut pengalaman yang sudah-sudah, jurusan kuliah sarat dengan keberuntungan. Kalau memang suka sekali dengan salah satu jurusan, kemungkinan besar bisa diterima. Yakinlah.

Selain itu juga didasarkan pada hasil tes kemampuan akademik. Boleh juga dari hasil tes IQ. Lihat saja pada kolom jurusan yang disarankan. Itu sudah lebih dari cukup untuk pertimbangan memilih jurusan kuliah.

Tren terbaru saat ini, jurusan kuliah adalah urusan nomor sekian. Yang paling penting adalah status mahasiswa segera digenggam. Dengan begitu, saat nanti berurusan  dengan birokrasi di negeri ini, biasanya dapat kemudahan.

Apa pun jurusan kuliahnya, yang penting Anda suka.

 

 

Mbah Putri Baju Oranye

Sinar Keduwang, turun. Lurus terus sampai ketemu jembatan. Rumah kedua setelah jembatan, sebelah utara jalan. Di situ ada Mbah Putri yang kemarin bajunya oranye. Tiap saya lewat, kebetulan saja sedang duduk santai sambil ber-mbako ria.

Saya bisa memastikan beliau tidak punya akun FB. Kalau sampai punya, para pecinta status bebau menyedihkan pasti akan segera punah.

Sebab Mbah Putri itu akan update status begini, “Ndhuk, Le. Umurku nganti tekan sak mene iki ora merga kakehan dhuwit. Tuwekku sak mene isih seger nyumet mbako, ora merga bandha donya. Aku awet urip merga yen pas gela, tak peksa tetep seneng. Siji welingku, sing entheng aja digawe abot. Perkara cilik aja digedhek-gedhekne. Apa meneh nganti ditulis dadi status neng efbe.”

Orang Besar Beneran

Kegiatan pembagian sesuatu di negara ini sering membuat marah beberapa pihak. Apalagi di daerah perbatasan. Kalau kulon kali sudah dibagi sedangkan etan kali belum, mulailah kecemburuan itu.

Banyak tudingan muncul. Mulai dari menyalahkan pejabat etan kali yang dirasa kurang profesional, sampai keinginan untuk berontak. Kalau perlu dicopot saja pejabatnya.

Ini baru saja terjadi. Namun sekali lagi, keberuntungan masih di tangan saya.

Saya sempatkan berpikir dua kali. Apakah dengan pemberontakan itu bisa menyelesaikan masalah? Jangan-jangan kondisi negara yang seperti sekarang ini bermula dari pemberontakan yang hampir saya lakukan tadi?

Karena banyak orang besar yang tidak punya masalah besar, akhirnya masalah kecil sering dibesar-besarkan. Sebagai orang kecil, marilah masalah yang besar-besar ini kita perkecil. Biar kita bisa cepat menutupi kekurangan mereka.

 

Mulai Menulis Lagi

Bicara soal visi menulis, saya ingin punya tulisan yang berkualitas dan berbobot. Mengusung tema terkini. Bisa berpengaruh buat kehidupan orang banyak. Dan yang pasti bisa menyuruh orang menyebut saya penulis ulung.

Sayang sekali, saya tidak punya banyak misi untuk meraih visi itu. Makin sering berpikir tentang visi menulis, makin lama pula tulisan saya benar-benar bisa disebut tulisan. Paling mentok ya tidak jadi menulis.

Untung saja ada tema terlaris sepanjang masa di dunia tulis-pertulisan. Tema apakah itu? Ya tema seputar menulis itu sendiri.

Seperti halnya manusia, paling mudah kalau tiba saatnya membicarakan sesamanya. Menulis pun kalau yang dibicarakan tentang menulis, rasanya juga mudah.

 

Profesi Dadakan Jelang Pileg 2014

Profesi dadakan yang laris di musim menjelang Pemilu 2014 (urut dari yang terbanyak) adalah:

  1. Pengamat : mulai dari mahasiswa hingga profesor sibuk menjadi pengamat (ya cuma mengamati) di banyak kasus politik. Bahkan mahasiswa yang harusnya mendalami keilmuannya dan menyiapkan diri untuk kepemimpinan masa depan justru sibuk jadi pengamat (ya jadi pengamat saja dengan sudut pandang pragmatis, tidak lebih. Bagaimana? Karena data-data acuannya adalah berita. Dan sudah rahasia umum bahwa berita hari ini tidak ada bedanya dengan gula pasir warna putih atau cokelat yang dijual di warung. Jadi masalahnya sebenarnya rasa manis atau gulanya? Itu juga membingungkan kan).
  2. Pemisuh : ini golongan pengamat yang kehilangan kendali sehingga kalau ada berita, dan ada lobang komentarnya langsung misuh-misuh, ada yang beropini beda dengannya, langsung dipisuhi dan segala pisuh2 yang tidak membersihkan tangan (loh kok) tetapi makin memuakkan. Sayangnya, ada juga sih mahasiswa yang bergabung di golongan ini (ga tahu kenapa kok bisa2nya mau gabung)
  3. Penengah : ini golongan pengamat yang cukup mapan dan semeleh pikirannya sehingga seringkali menjadi penengah ketika para pemisuh berkompetisi satu sama lain menunjukkan kualitas pisuhannya karena mempertahankan Idola masing-masing
  4. Pebisnis : ini golongan pengamat yang kreatif sehingga disamping mengamati kasus politik, mereka juga merumuskan kasus-kasus politik yang bisa dikomersilkan. Bisa wujudnya media massa, hingga sekelompok blogger yang memainkan kata kunci untuk mendulang ribuan dolar.
  5. Pelaku Politik : ini golongan paling kecil jumlahnya yang sering jadi bahan pembullyan, menurutq sih yang beneran jahat sebenarnya sedikit, tapi yang beneran baik juga sedikit, sisanya adalah melihat pasar para pebisnis sehingga mau jadi jahat atau baik itu tergantung sinyal dari pebisnis, mana yang laris (lah ini jadinya jahat atau baik, atau ….. muna…..k ya). Tapi aku lebih mengapresiasi golongan ini, karena merakalah golongan orang yang paling berani di zona bahaya sekaligus yang paling tahu inti dari masalahnya.

Kesimpulan tidak bermutunya :
Semakin orang pengin tahu banget semakin ia tidak tahu, karena biasanya ia hanya memilih jadi pengamat dan kepo2 dari kejauhan. Kalo agak sedikit nglindur lalu misuh2 dengan tidak terkendali meski ada juga yang semeleh pikirannya lalu mencoba melihat sisi lain dan mencoba memperbaiki. Sayangnya upaya golongan penengah ini sering gagal karena isunya dimainkan golongan pebisnis. Sementara para ksatria politik masih sibuk dalam pertarungan yang paling menentukan ini (ada yang jujur, ada yang curang, dan ada yang sembunyi menunggu yang bertarung mati semua lalu mencuri).

Lalu saya siapa? Saya hanya penulis status ini dengan harapan diterbitkan Ki Heri di lapak Ngabdulisasi.com-nya.

 

Telas Sabin

Iki sing crita anake Pak Ngabdul:
Nalika kula alit, Bapak Mbok kula saben dinten nyambut damel wonten sabin. Namung kaleresan mawon, sabin kalawau lajeng dipunpanggeni dening satunggaling sekolahan.

Duk rikala pemasangan batu pertama pondasi sekolahan, Bapak Mbok kula gondhelan galengan sak kenceng-kencengipun. Amrih boten ical pedamelanipun.

Pitung dinten pitung dalu, gondhelanipun tansaya kenceng. Kenceng gondhelanipun ugi kenceng pikiranipun.

Ndilalah Kersa Allah, pamarintah paring kabijkasanan. Bapak Mbok kula dipunparingi pedamelan enggal nadyan boten kesah saking panggenan ingkang dipungondheli galenganipun kalawau.

Dugi sepriki, Bapak Mbok kula taksih nyambut damel wonten sabin. Namung kemawon, sabinipun sampun pareng dipunwastani ‘telas sawah’.

Khasiat Sejarah

Mengenang sejarah adalah salah satu upaya mengakrabkan diri dengan waktu. Siapa tahu setelah mempelajarinya, kita bisa nego biar tahu masa depan.

Ini kelihatan sepele, tetapi lebih tepat dikatakan terlalu ngawur.