MH370 & Emha 370

Saya tegaskan sejak awal bahwa saudara-saudara semua harus meyakini bahwa pilot MH370 itu adalah Pak Ngabdul. Memang sulit menerima kenyataan ini. Tapi saya mohon untuk tetap dilaksanakan.

Lalu kenapa harus hilang? Pesawat itu hilang beneran atau dihilangkan? Atau malah ada pihak yang tega menghilangkan pesawat hanya untuk mengalihkan perhatian? Simak berita berikut ini.

ngabdulisasi.com [divider]Dilatarbelakangi oleh maraknya aksi skenarionisasi sebuah peristiwa, hilangnya pesawat MH370 terancam mendapat tudingan serupa. Kerap kali aksi usil tersebut bertujuan untuk mendukung kepentingan suatu pihak.

Pak Ngabdul awalnya tidak berprasangka apa pun. Seperti biasanya, ia menerbangkan pesawat Emha370 dengan bahagia. Baru beberapa saat lepas landas, Pak Ngabdul berupaya untuk melaporkan keadaan pesawatnya. Namun ternyata, banyak sekali pernyataan yang tidak ditanggapi oleh Pemandu Lalu Lintas Udara (PLLU) sesuai dengan konteksnya. Seperti misalnya, “Aku sudah terbang dengan santai,” kata Pak Ngabdul. Lalu PLLU menanggapi, “Apa kamu sudah terbang dengan santai?” 🙁

Lagi…

Pak Ngabdul: “Iki mengko mudhun jam pira? Cuaca cerah apa ora?

PLLU: “Lha kowe arep ngapa?”

Pak Ngabdul: “Alah, yung…

Pak Ngabdul geram sesaat dengan suasana seperti ini. Hingga akhirnya, ia memutuskan secara diam-diam menurunkan pesawatnya tanpa sepengetahuan PLLU. “Para penumpangku kabeh, iki aku lagi sensi karo PLLU. Tak putusne, awake dhewe mudhun neng kene wae. Papan kene iki mbok arani alas ya entuk. Segara ya entuk. Perkampungan apa meneh, entuk! Wis pokoke bebas,”

“Mangan sak anane wae. Nek kesel, ya turu. Neng njero pesawat entuk, neng njaba ya entuk. Bebas.”

“HPmu arep mbok uripne, ya uripna. Ben keluargamu tambah bingung. Mergane, wong-wong sing nonton tipi ngira yen awake dhewe iki wis mati. Nek isih nekat mbok uripne, kuwi tegese malah nguwatne bukti yen prastawa iki mung apus-apusan.”

Dengan keputusan seperti ini, Pak Ngabdul berusaha menyampaikan pesan: kewaspadaan harus diutamakan. Meskipun Pak Ngabdul tahu peristiwa hilangnya pesawat ini berpotensi mengalihkan orang-orang akan kewaspadaan itu sendiri, tetapi inilah satu-satunya cara yang ia ambil demi kembalinya kesadaran orang-orang yang ia sayangi. 🙂

Dhanyangan

Ajaran tentang bahaya sifat sombong memang mudah didengarkan. Mudah dihafal, tapi sangat sulit dijalankan. Dengan pertimbangan efektivitas metode pembiasaan, orang-orang kuno menyusun serangkaian metode pembelajaran yang secara tidak langsung membiasakan masyarakat agar bersikap rendah hati.

Namun sayang, tidak semua rencana pembelajaran dapat berjalan sesuai tujuan. Beberapa aturan itu malah disalahartikan. Orang berhasil jadi rendah hati, tapi tidak berhasil jadi orang yang banyak berpikir. Aturan tinggal aturan, tak pernah ada keinginan untuk memikirkan sebab munculnya aturan itu sendiri.

Ambil saja satu contoh aturan. Kalau akan mengirimkan sejumlah makanan ke luar kota, sedangkan nanti harus melewati kali berpenunggu itu, jangan sampai lupa untuk menyisihkan sedikit bagian, biar rasa makanan yang diantar tetap nikmat. Kalau sampai lupa, siap-siap saja makanan akan berasa hampa.

Masih takut belum bisa rendah hati? Ya silakan menyisihkan makanan. Sedikit saja, tidak usah banyak-banyak. Sebaliknya, kalau sudah tahu sebab dimunculkannya aturan itu, daripada membuang makanan sia-sia, lebih baik kan memilih untuk menjaga kerendahan hati saja.

Kalau masih ditunggangi kesombongan, prestasi setinggi apa pun pasti tak ada rasanya. Itu kira-kira pesan dari rencana pembelajaran orang kuno yang disusun untuk kita.

Aturan ini tidak hanya berlaku untuk makanan. Sudah diperkenankan menjalar ke beberapa sudut kehidupan. Contohnya, beberapa instansi yang secara resmi berprestasi, ternyata kalau kita berada di dalamnya, suasananya hampa. Asin wae ora, apa meneh gurih. 🙂

Otak Butuh Kepercayaan

Saya paling tidak nyaman kalau bekerja dengan seseorang, tapi dia tidak memberi kepercayaan. Belum mulai bekerja saja sudah me-wanti-wanti banyak sekali: Jangan pegang yang ini. Itu berbahaya. Jangan-jangan kamu belum bisa? Kowe tau sekolah apa ora ta?

Mendingan tidak usah bekerja! Itu yang saya pikirkan.

Sama halnya saat mau ujian. Kalau sekiranya sudah belajar, ya itu sudah cukup. Tidak perlu lagi ragu dengan kemampuan otak kita. Kalau otak tidak dikasih kepercayaan, “Mendingan tidak usah mengajak saya bekerja sama!” Itulah ungkapan kekecewaan otak kita.

Masih untung kalau otak ‘cuma’ ngambek gak mau bekerja. Ada kalanya si otak ini berlebihan dalam meluapkan kekecewaannya. Sampai-sampai perut kita dibuat mules. Keringat dingin disuruh keluar. Paling parah kalau otak menyuruh kita pingsan di ruang ujian. Hehehe…

Doa saya, semoga yang mau menghadapi Ujian Sekolah dan Ujian Nasional sudah bisa puas dengan otaknya masing-masing. Jagalah perasaan otakmu. Biar semuanya berjalan dengan lancar.

Rahasia

Terkait masalah rahasia, kita seharusnya tak boleh kalah dengan alam. Ia punya sejuta, bahkan milyaran rahasia. Sangat rapat disimpan. Sulit terungkap. Meski banyak orang yang mengaku-ngaku sudah bisa menyingkap tabirnya.

Lihatlah kini. Alam merasa kesulitan menyimpan rahasianya. Kita yang berada dalam lingkup alam itu sendiri jadi terkena imbasnya.

Bukan tidak mungkin alam merasa risih rahasianya banyak diungkap. Banyak ditebak, banyak diterka.

Yang lebih mengejutkan lagi, alam sedang suka membalas dendam. Ia tidak terima rahasianya diungkap. Hingga akhirnya alam pun tak segan mengungkap rahasia kita.

Roda Kehidupan

Kehidupan ini berputar, katanya. Perputarannya disamakan dengan roda. Akhirnya lahir istilah roda kehidupan.

Tidak banyak yang bertanya, seberapa besar roda kehidupan itu? Apakah ukuran roda-roda kehidupan tiap orang itu sama? Bisakah roda kehidupan yang besar agak diperkecil? Atau sebaliknya?

Kalau boleh memilih, roda kehidupan dihilangkan saja. Mau pilih ukuran roda besar atau kecil pasti resikonya sama. Besar harapan saya akan munculnya istilah baru tentang perputaran kehidupan.

Penyakit Punya Perasaan

Tilik Pak Ngabdul. Pirang-pira ndina ora tau njedhul. Tibake piyambake lagi gerah. Ning ora parah.

“Ngga kula tambakne? Obat napa suntik, Pak?” tak tareni.

“Ora sah repot-repot, Mas. Aku emoh diarani ngePHPin penyakitku iki. Penyakit ya duwe perasaan. Dheweke pengin dirasakne. Sing tenang, mengko nek wis dirasakne, penyakite bosen, njur lunga karepe dhewe,” ngono ngendikane Pak Ngabdul.

“Ngeten lhe Pak Ngabdul, jenengan niku termasuk cikal bakal kampung ngriki, dados jenengan niku klebet ‘pelaku sejarah’ ingkang kedah njagi kasarasan. Amargi menawi wonten warga ingkang mbetahaken ‘informasi akurat’ babagan kampung ngriki, sinten malih cobi ingkang saget crita dakik-dakik, menawi sanes njenengan??? Dados jenegan niku termasuk ‘barang langka’ ingkang kedah dipun jagi,”

“Pun, gek mang klamben dawa! Ngga kula terne suntik!”
“O alah… Wong tuwek og kandhan-kandhanane angel timen,”

 

Mbah Uti

Mbah, ragamu tak sekuat dulu lagi. Kian banyak rambutmu yang memutih dan melepaskan diri. Tapi engkau tetap mempertahankan gelunganmu, meski tak pantas lagi disebut gelungan. Aku percaya, Mbah, ini adalah salah satu cara mempertahankan identitasmu sebagai perempuan sejati.

Tunggu aku pulang Mbah. Nanti akan kubawakan ‘jarik lurik klambi bludru’ untukmu. Kita nanti berpose bersama. Layaknya seorang Mbah Uti dan Sang Putu.

Profesi Anyar di Tatanan Dunia Baru

“Atiku sumelang, ora isa dak bayangake babar pisan. Titenana, suk bakal teka titi wancine bocah sekolah kena dietung ngango driji tangan. Amarga kabeh wong wis ikhlas nrima lair batin, nadyan profesine mung dadi tumbak cucukan,” gerutu orang berbaju hitam itu.

“Mas, ampun enten mriki. Boten pareng, nggih…”
“Pun, mrika. Gek dilajengne lampahe,” pinta Pak Lurah.

Big Bang

Sebenarnya boleh-boleh saja kok membuat istilah yang kita sepakati secara pribadi. Contohnya: Aku dulu waktu sekolah ya cuma sekenanya saja. Kala tiba waktunya belajar, aku belajar. Jika sudah tiba saatnya bermain, aku pun tak mau melewatkannya. Inilah sekenanya menurutku.

Pokoknya, jangan sampai kalah sama seseorang yang berhasil bersepakat secara pribadi dengan istilah big bang. Malah akhirnya kesepakatan pribadi itu berubah jadi kesepakatan umum. Siapa tahu big bang menurutnya berbeda dengan big bang yang kita yakini.

Istilah ledakan boleh diartikan sebagai perubahan besar yang terjadi sekejab mata. Lebih boleh lagi kalau dimaknai sebagai perubahan yang berlangsung dari masa ke masa, menimbulkan efek yang signifikan, dan memuat sifat berkesinambungan.

Akhirnya, istilah-istilah yang kita sepakati secara pribadi itu akan menjadi indikasi seberapa besar pengaruh kita kepada dunia. Mari membuat istilah pribadi yang berpotensi disepakati secara umum.

Mitos Anak Kedua dari Tiga Bersaudara

Bapak Iwan memiliki keluarga yang bahagia. Istrinya bernama Ibu Maya. Lengkap dengan kedua putra-putrinya, Budi dan Ani. Mereka hidup tentram dengan segala kesederhanaan.

Keluarga itu hidup nyaman di tengah-tengah mitos yang beraneka ragam. Tidak boleh bepergian pada hari ketiga setelah hari kelahiran. Segera meletakkan sapu lidi dengan posisi terbalik biar hujan segera reda. Dilarang makan sambil tiduran karena bisa berubah jadi ular.

Dari sekian banyak mitos yang beredar di keluarganya, Ani sangat tertarik dengan mitos bahwa anak nomor 2 dari 3 bersaudara memiliki keunikan tersendiri.

Dengan melihat potensi yang ada pada dirinya kini, ia sangat berambisi untuk mewujudkan mitos ini. Ia berharap kelak akan memiliki kepribadian yang unik, mudah berkarir, dan disenangi semua orang.

Ia tidak sekedar berharap mitos ini terjadi. Bahkan secara alami, rencana demi rencana ia siapkan demi mendapatkan keunikan yang ia dambakan. Mulai dari bergaya layaknya kakak yang sedang bermain dengan adiknya, membawa boneka kemana pun ia pergi, sampai akhirnya ia divonis mengalami gangguan jiwa.

Gangguan jiwanya berlanjut sampai dewasa. Meski Pak Iwan dan Bu Maya telah menghadirkan adik untuk Ani, tetap saja ia gila. Orang-orang beranggapan, mitos yang Ani inginkan sudah benar-benar terjadi pada dirinya.