Mangan ora mangan sing penting kumpul. Itu kalimat yang disoroti oleh Wasis Gunarto (pemerhati kuliner), dalam Kumpulan Cergam Kampungan.
Beliau menegaskan, kalimat ujar-ujar yang dipopulerkan Umar Kayam itu mampu memasukkan makna-makna kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari. Lebih tepat lagi, kata beliau, kumpulnya itu bukan sekedar makan demi keperluan pribadi semata. Melainkan untuk anak turun mereka.
Kalau unen-unen ini sudah populer di awal abad 20 silam, tentu waktu itu sudah ada tempat khusus di pikiran mereka tentang masa depan sekelompok ‘anak turun’. Lantas, siapa yang mereka maksud anak turun? Ya kita ini.
Masih tidak mau mengakui kalau kita semua keturunan orang ndesa (ndeso)? Lebih cetha lagi: orang ndesa yang sangat gigih menjaga kekayaan peradaban mereka sendiri. Berbudi luhur, santun, dan cerdas.
Masih nggaya sok jijik mempraktikkan hal-hal yang terkesan tradisional?
“Kesan tradisional itu lak muncul setelah apa-apa dimuseumkan. Kampanye museumisasi memaksa orang zaman sekarang merasa jadi kaum modern. Melihat budayanya sendiri malah berujar: tradisional banget sih, elu!” tandas beliau.