Realitas yang Pahit

Pahit, sungguh pahit.

Ketika itu, anak-anak sedang bermain di taman. Lalu aku menyuruh mereka memasuki ruangan, “Ayo anak-anak, masuk kelas! Kita dikejar target,” aku melihat jelas raut muka kekecewaan di wajah mereka. Tapi kalimat perintahku belum bisa berhenti, “ayo, agak cepat! Hari ini kita menyocokkan PR yang kemarin!”

Lega rasanya satu per satu dari mereka mau mengikuti perintahku. Kami pun memulai ritual belajar mengajar seperti sedia kala.

“Baik, soal nomor satu, ya. Terdapat 5 lampu masing-masing 10 Watt, menyala 1 jam setiap hari, hitung biaya yang harus dibayar dalam satu bulan, jika biaya per kWh Rp 100,00!”

Tak kusangka ada seorang siswa yang mengangkat tangannya, “Pak, mohon maaf,”

“Iya, Min, ada apa?”

“Kata ayah saya, nanti kalau sudah besar, kita bertemu banyak pertanyaan tentang biaya,”

“Maksudmu bagaimana?”

Mbok ya kita di kasih bocoran pertanyaan-pertanyaan tentang biaya yang benar-benar akan kita temui,”

“Bisakah kamu memberikan satu contoh? Pasti kamu sudah dapat bocoran dari ayahmu, kan?”

Min membuka tasnya. Terlihat ia mencari sesuatu. Setelah ketemu, lalu ia mengambilnya, “Ini, Pak. Sudah ketemu,” ia menunjukkan secarik kertas, lalu membaca tulisannya, “Bagaimana caranya memutar uang satu juta?”

Kemudian ia menegaskan lagi. Bahwa pertanyaan-pertanyaan semacam itulah yang sering ditemui orang dewasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.