Alon-alon waton kelakon (AWK). Pelan-pelan saja, yang penting tercapai apa yang terlanjur jadi rencana.
Yang di atas itu makna umum. Biasa disampaikan kepada orang yang sekedar ingin mengerti alih bahasa. Dari Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia Tanah Airku yang Tercinta ini.
Setelah saya merenung tentang AWK, hasilnya ada dua. Kata kunci perbedaannya terletak pada gambaran strategi pencapaian tujuan.
Pertama, para pengguna AWK ini menegaskan kepada dirinya sendiri tentang arti kewaspadaan. Kewaspadaan menjadi hal yang teramat sangat penting bagi mereka. Pengguna yang pertama ini sejatinya sudah punya gambaran tentang strategi pencapaian tujuan. Bukan sekedar jelas, tapi juga punya tingkat akurasi dan presisi yang tinggi. Akan tetapi, tingkat kewaspadaan yang berlebihan ini menyebabkan pencapaian tujuan-tujuan mereka terkesan pelan.
Kedua, pengguna AWK yang sebenarnya pantas disebut pemalas. Tidak punya gambaran jelas. Mereka hanya mengalir bagaikan air di dalam gelas yang tiba-tiba saja tumpah. Tumpah karena gelas yang ambruk. Ambruk karena hempasan air sisa cucian. Sebenarnya mereka sudah tidak pantas dikatakan mengalir. Lebih tepat dikatakan dialirkan. Dialirkan oleh orang lain disekitarnya. Karena kecanduan dengan ketergantungan, mereka pelan-pelan menanti hempasan. Kalau hempasan itu dengan suka rela memberikan bantuan atas ketercapaian rencana yang terlanjur mereka susun, saat inilah dimaknai oleh pengguna kedua sebagai arti kelakon.
Akhirnya, AWK akan lebih bermanfaat jika disandingkan/digunakan bersama dengan: Alon-alon sing penting rikat gek ndang gelis tekan ngenggon.