“Enthung, enthung, omahmu ngendi?” dengan nada penuh keingintahuan kita bertanya.
(Beberapa detik kemudian enthung-nya bergerak-gerak seperti terinduksi medan magnet. Lalu menunjuk ke suatu arah)
Tapi, pernahkah kita benar-benar mendatangi rumahnya? Tidakkah kita merasa iba kepada si enthung yang telah bersusah payah menunjukkan tempat asalnya? Lalu kenapa bertanya asal segala? Lantas, kalau sudah seperti ini, siapa yang seharusnya disalahkan?
Tolong, jangan salahkan enthung.
Masyarakat Jawa menyebut kepompong dengan enthung. Jadi, enthung adalah kepompong.