Roda Kehidupan

Kehidupan ini berputar, katanya. Perputarannya disamakan dengan roda. Akhirnya lahir istilah roda kehidupan.

Tidak banyak yang bertanya, seberapa besar roda kehidupan itu? Apakah ukuran roda-roda kehidupan tiap orang itu sama? Bisakah roda kehidupan yang besar agak diperkecil? Atau sebaliknya?

Kalau boleh memilih, roda kehidupan dihilangkan saja. Mau pilih ukuran roda besar atau kecil pasti resikonya sama. Besar harapan saya akan munculnya istilah baru tentang perputaran kehidupan.

Penyakit Punya Perasaan

Tilik Pak Ngabdul. Pirang-pira ndina ora tau njedhul. Tibake piyambake lagi gerah. Ning ora parah.

“Ngga kula tambakne? Obat napa suntik, Pak?” tak tareni.

“Ora sah repot-repot, Mas. Aku emoh diarani ngePHPin penyakitku iki. Penyakit ya duwe perasaan. Dheweke pengin dirasakne. Sing tenang, mengko nek wis dirasakne, penyakite bosen, njur lunga karepe dhewe,” ngono ngendikane Pak Ngabdul.

“Ngeten lhe Pak Ngabdul, jenengan niku termasuk cikal bakal kampung ngriki, dados jenengan niku klebet ‘pelaku sejarah’ ingkang kedah njagi kasarasan. Amargi menawi wonten warga ingkang mbetahaken ‘informasi akurat’ babagan kampung ngriki, sinten malih cobi ingkang saget crita dakik-dakik, menawi sanes njenengan??? Dados jenegan niku termasuk ‘barang langka’ ingkang kedah dipun jagi,”

“Pun, gek mang klamben dawa! Ngga kula terne suntik!”
“O alah… Wong tuwek og kandhan-kandhanane angel timen,”

 

Mbah Uti

Mbah, ragamu tak sekuat dulu lagi. Kian banyak rambutmu yang memutih dan melepaskan diri. Tapi engkau tetap mempertahankan gelunganmu, meski tak pantas lagi disebut gelungan. Aku percaya, Mbah, ini adalah salah satu cara mempertahankan identitasmu sebagai perempuan sejati.

Tunggu aku pulang Mbah. Nanti akan kubawakan ‘jarik lurik klambi bludru’ untukmu. Kita nanti berpose bersama. Layaknya seorang Mbah Uti dan Sang Putu.

Profesi Anyar di Tatanan Dunia Baru

“Atiku sumelang, ora isa dak bayangake babar pisan. Titenana, suk bakal teka titi wancine bocah sekolah kena dietung ngango driji tangan. Amarga kabeh wong wis ikhlas nrima lair batin, nadyan profesine mung dadi tumbak cucukan,” gerutu orang berbaju hitam itu.

“Mas, ampun enten mriki. Boten pareng, nggih…”
“Pun, mrika. Gek dilajengne lampahe,” pinta Pak Lurah.

Big Bang

Sebenarnya boleh-boleh saja kok membuat istilah yang kita sepakati secara pribadi. Contohnya: Aku dulu waktu sekolah ya cuma sekenanya saja. Kala tiba waktunya belajar, aku belajar. Jika sudah tiba saatnya bermain, aku pun tak mau melewatkannya. Inilah sekenanya menurutku.

Pokoknya, jangan sampai kalah sama seseorang yang berhasil bersepakat secara pribadi dengan istilah big bang. Malah akhirnya kesepakatan pribadi itu berubah jadi kesepakatan umum. Siapa tahu big bang menurutnya berbeda dengan big bang yang kita yakini.

Istilah ledakan boleh diartikan sebagai perubahan besar yang terjadi sekejab mata. Lebih boleh lagi kalau dimaknai sebagai perubahan yang berlangsung dari masa ke masa, menimbulkan efek yang signifikan, dan memuat sifat berkesinambungan.

Akhirnya, istilah-istilah yang kita sepakati secara pribadi itu akan menjadi indikasi seberapa besar pengaruh kita kepada dunia. Mari membuat istilah pribadi yang berpotensi disepakati secara umum.

Mitos Anak Kedua dari Tiga Bersaudara

Bapak Iwan memiliki keluarga yang bahagia. Istrinya bernama Ibu Maya. Lengkap dengan kedua putra-putrinya, Budi dan Ani. Mereka hidup tentram dengan segala kesederhanaan.

Keluarga itu hidup nyaman di tengah-tengah mitos yang beraneka ragam. Tidak boleh bepergian pada hari ketiga setelah hari kelahiran. Segera meletakkan sapu lidi dengan posisi terbalik biar hujan segera reda. Dilarang makan sambil tiduran karena bisa berubah jadi ular.

Dari sekian banyak mitos yang beredar di keluarganya, Ani sangat tertarik dengan mitos bahwa anak nomor 2 dari 3 bersaudara memiliki keunikan tersendiri.

Dengan melihat potensi yang ada pada dirinya kini, ia sangat berambisi untuk mewujudkan mitos ini. Ia berharap kelak akan memiliki kepribadian yang unik, mudah berkarir, dan disenangi semua orang.

Ia tidak sekedar berharap mitos ini terjadi. Bahkan secara alami, rencana demi rencana ia siapkan demi mendapatkan keunikan yang ia dambakan. Mulai dari bergaya layaknya kakak yang sedang bermain dengan adiknya, membawa boneka kemana pun ia pergi, sampai akhirnya ia divonis mengalami gangguan jiwa.

Gangguan jiwanya berlanjut sampai dewasa. Meski Pak Iwan dan Bu Maya telah menghadirkan adik untuk Ani, tetap saja ia gila. Orang-orang beranggapan, mitos yang Ani inginkan sudah benar-benar terjadi pada dirinya.

Nulis Terus, Terus Nulis

Beberapa hari ini aku tidak bisa menangkap wangsit. Makan saja tidak enak, semua benda yang kutemui rasanya kuanggap pahit. Sudah nyoba berulang-kali komat-kamit. Bekas luka itu masih saja terasa sakit.

Memang tidak terlalu keras pukulan itu. Tapi berhasil membuat jari-jemariku kaku. Stabilitas pikiranku mulai terganggu. Sebenarnya kalimat itu bernada wagu, menurutku:

Bagaimana bisa dipercaya segala omonganmu, lha wong kamu saja belum nikah. Belum merasakan getirnya kehidupan. Juga belum nyicipi manisnya dunia sejati.

Alon-alon Waton Kelakon

Alon-alon waton kelakon (AWK). Pelan-pelan saja, yang penting tercapai apa yang terlanjur jadi rencana.

Yang di atas itu makna umum. Biasa disampaikan kepada orang yang sekedar ingin mengerti alih bahasa. Dari Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia Tanah Airku yang Tercinta ini.

Setelah saya merenung tentang AWK, hasilnya ada dua. Kata kunci perbedaannya terletak pada gambaran strategi pencapaian tujuan.

Pertama, para pengguna AWK ini menegaskan kepada dirinya sendiri tentang arti kewaspadaan. Kewaspadaan menjadi hal yang teramat sangat penting bagi mereka. Pengguna yang pertama ini sejatinya sudah punya gambaran  tentang strategi pencapaian tujuan. Bukan sekedar jelas, tapi juga punya tingkat akurasi dan presisi yang tinggi. Akan tetapi, tingkat kewaspadaan yang berlebihan ini menyebabkan pencapaian tujuan-tujuan mereka terkesan pelan.

Kedua, pengguna AWK yang sebenarnya pantas disebut pemalas. Tidak punya gambaran jelas. Mereka hanya mengalir bagaikan air di dalam gelas yang tiba-tiba saja tumpah. Tumpah karena gelas yang ambruk. Ambruk karena hempasan air sisa cucian. Sebenarnya mereka  sudah tidak pantas dikatakan mengalir. Lebih tepat dikatakan dialirkan. Dialirkan oleh orang lain disekitarnya. Karena kecanduan dengan ketergantungan, mereka pelan-pelan menanti hempasan. Kalau hempasan itu dengan suka rela memberikan bantuan atas ketercapaian rencana yang terlanjur mereka susun, saat inilah dimaknai oleh pengguna kedua sebagai arti kelakon.

Akhirnya, AWK akan lebih bermanfaat jika disandingkan/digunakan bersama dengan: Alon-alon sing penting rikat gek ndang gelis tekan ngenggon.

Bukan Sekedar Mesem

Eseman Pak Ngabdul tidak semata-mata ditujukkan untuk mesem. Eseman beliau memiliki tujuan yang lebih besar daripada sekedar melebarkan ukuran bibir dan memperlihatkan gigi yang tinggal beberapa gelintir. Beliau tidak sekedar mengharapkan perhatian dari orang per orang yang kebetulan ditemui.

Lebih dari itu semua, kebiasaan mesem yang dilakukan oleh Pak Ngabdul bertujuan untuk mengembangkan jiwa, memperluas relasi, dan membentuk kepribadian. Itu artinya, mesem menjadi bagian dari kegiatan pengembangan diri Pak Ngabdul.

Sabar, Dul!

Mas, besok pagi jadi jagong jam 10, kan?

SMS itu belum dibalas. Bukannya tidak punya pulsa. Hanya saja Pak Ngabdul belum punya kepastian. Beliau tak pegang uang sama sekali.

***

Jam 08.13 WIB. Saudara ipar yang ngirim SMS tadi sudah sampai di rumah. Pikiran Pak Ngabdul makin amburadul. Untuk menambah keyakinan, baju batik pembelian istrinya sudah beliau kenakan. Kemudian duduk di kursi depan dengan pikiran yang tidak nyaman.

“Ayo berangkat sekarang saja, Mas Ngabdul. Daripada kesiangan,” ajak saudara iparnya.

“Iya, sebentar lagi,” jawab beliau dengan tenang.

Dalam hati, Pak Ngabdul masih berharap ada orang yang mau memberikan kepastian. Tapi tak kunjung datang. Kemudian beliau masuk ke rumah. Menemui Sang Istri tercinta.

“Bu, saya mau keluar sebentar,”

“Mau ke mana ta, Pak?” Sang Istri paham apa yang sedang terjadi.

Ndak ke mana-mana, kok. Cuma sebentar,”

Satu, dua, sampai tiga rumah beliau lewati. Berharap salah satu pemilik rumah itu ada yang melambaikan tangan. Pertanda mau memberi pinjaman uang.

Harapan kepada manusia sia-sia. Tetap tidak ada kepastian.

Jam 09.05 WIB. Tiba-tiba Pak Ngabdul ingin sekali pergi ke Kantor Kelurahan. Meski hanya Ketua RT, beliau sering diminta untuk menjadi pembaca doa. Orang-orang percaya doa beliau mudah terkabul. Entah apa alasannya. Sejauh yang saya tahu, belum ada dokumentasi tentang doa apa saja yang sudah terkabul berkat dilafalkan oleh Pak Ngabdul.

Menurut saya lafalnya memang mujarab:

“Ya Tuhan, kabulkanlah doa kami, baik yang bisa dilafalkan, maupun yang masih ada dalam pikiran. Sungguh kami menyadari keterbatasan kemampuan kami dalam hal berungkapan. Engkaulah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Mengetahui. Aamiin …”

Sebenarnya beliau sangat-sangat paham. Kalau masih berharap selain kepadaNya, semua jadi tidak pasti.

Benar. Di kelurahan tidak melihat siapa-siapa.

Singkat cerita beliau meninggalkan Kantor Kelurahan dengan kepasrahan yang amat mendalam.

“Pak! Pak Ngabdul! Tunggu sebentar!” teriak Lurah yang baru saja keluar dari kamar mandi.

“Ini buat jenengan, kemarin saya lupa mau memberikan.”

Matur sembah nuwun, Pak Lurah,” sambil menerima amplop persegi panjang yang agak tebal.

Rapelan honor pelafal doa 750.000 kini ditangan. Sepanjang jalan pulang, Pak Ngabdul hanya bisa senyum-senyum sendirian. Persis seperti wong edan.

Jam 09.58 WIB.

“Mas, ayo! Jadi jagong apa tidak ta ini ?!” tanya saudara iparnya.

“Ayo, lho…” jawab beliau dengan tenang.